Halaman

Senin, 19 Oktober 2015

Keruntuhan Jurnalisme

 

Nama : Wildandi Aufa Senna NIM  : 1571502770
Di di dalam buku ini adalah kekhawatiran kekecewaan dalam dunia jurnalisme, yang sedang mengalami krisis multidimensi. Sempat terlintas kata-kata ambruk, jebol, dan runtuh yang menunjukan keadaan suram serta penuh konflik. Tanpa nilai, kabur kebohongan berserakan tanpa verifikasi fakta, dan juga tanggung jawab.
BAB 1  
INDIKATOR KERUNTUHAN JURNALISME  
A. Jurnalisme Bias
     Runtuhnya jurnalisme di Indonesia, bagaimana berbagai pihak media mengeluarkan pemberitaan yang berimbang yang disebabkan jurnalisme bias itu yang menyimpang dan ada konglomerasi media yang memiliki pengaruh besar dalam struktur industri dan sistem pemproduksikan informasi berita dari media yang dimilikinya.

B. Jurnalisme dan Amplop Besar 
       Dalam kedua milist terjadi pro dan kontra. Inti dari isi millist tersebut

Adalah institusi pemerintah tersebut menyediakan THR untuk jurnalis yang bertugas atau sehar-hari meliput aktivitas di institusi pemerintah. Enterpreneur media adalah pengusaha yang bukan orang sabar berinvestasi jangka panjang tetapi yang mencari keuntungan secepatnya dengan memanfaatkan kedekatan dengan kekuasaan. Kekuasaan lain yang sangat hebat adalah media. Karenanya jika kekuasaan politik dan kekuasaan media bersatu, bersinergis, maka uang dengan sendirinya akan terus mengalir. Inilah rumus sederhana pengusaha media. Inilah yang penulis yang disebut dengan amplop besar. Jumlahnya tak terhitung, tidak ada batasnya, dan tidak ada serinya.
 
 C. Jurnalisme copy paste
Kehadiran teknologi komunikasi dan informasi serta teknologi transportasi menyebabkan percepatan dan kecepatan dalam segala hal, termasuk dalam dunia jurnalisme, khususnya berkaitan dengan produksi berita di berbagai media. Berita yang diambil wartawan media konvensional dari media sosial nyaris tanpa di verifikasi tetapi langsung dicomot dan diunggah di situs berita tanpa peduli dengan validitas. Dengan demikian , internet telat menghadirkan berita sama hanya beda waktu pengunggahannya, bukan beda substansi yang seharusnya ada dalam setiap berita. Di sisi lain, kemajuan teknologi komunikasi juga mengakibatkan wartawan menjadi pemalas.
 
 D. Jurnalisme Pembuat Heboh 
Sebuah kejadian yang terjadi dibuat sedemikian organis, sistematik, dan komprehensif dengan settingan social yang sudah ada.
 
E.Jurnalisme Tanpa Konfirmasi
Dalam perkembangan yang lebih maju, keseimbangan dalam berita bukan lagi bersandar pada cover both side, tetapi sudah cover all sides. Artinya, sebuah berita korupsi yang dimuat di media mau tidak mau, suka tidak suka harus ada konfirmasi.
 
Berita Tanpa Verifikasi Fakta
Apa itu verifikasi fakta? Kovach dan Rosentiels mengatakan bahwa ada lima indikator dalam verifikasi fakta, yaitu :
Wartawan jangan menambah atau mengarang apapun,
Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar,  bersikaplah       transparan,
Sejujur mungkin tentang metode dan motivas,
Bersandarlah terutama pada reportase sendiri.

Filter Konseptual
      Pesan yang diberikan media tidak serta merta memengaruhi sikap dan perilaku khalayak. Sebab individu itu memiliki filter koseptual atau daya tangkal untuk menyaring informasi tersebut. Teori ini menyatakan khalayak adalah aktif dan sangat berdaya. Mereka tidak adalah kelompok masyarakat yang tidak terpengaruh media; mereka berkepala baru. dengan dua konsep komunikasi media memang berpengaruh terhadap pengetahuan dari sikap khalayak, tetapi pengaruh terhadap disaring, diseleksi, dan diterima, atau ditolak oleh filter konseptual. 

F. Jurnalisme,  Adakah Etika?
Ahli komunikasi Ibnu Hamad, ada tiga cara yang dapat digunakan media untuk membuat wacana. Yaitu, signing, farming, dan priming. Signing adalah pengunaan tanda-tanda bahasa, baik verbal maupun non-verbal. Framing adalah pemilihan wacana berdasarkan pemihakan dalam berbagai aspek wacana. Sedangkan priming berarti mengatur ruang atau waktu untuk mempublikasikan wacana di hadapan khalayak.
  
 BAB II
 PENYEBAB KERUNTUHAN JURNALISME
A. Postmodernisme
Postmodernisme dalam konteks sosiologi (perkembangan masyarakat) pertama kali muncul di Amerika Serikat akhir 1980-an. Di Indonesia, ciri masyarakat postmodernisme dideteksi muncul pada era 1990-an. Masyarakat postmodernisme adalah masyarakat yang secara financial, pengetahuan, relasi, dan semua prasyarat masyarakat modern terlampaui. Artinya gejala postmodernisme muncul di berbagai belahan dunia jika masyarakatnya sudah memiliki keterpenuhan material, namun ia kering dari sudut kekayaan batin. Karena modernism berpilarkan rasio, ilmu, dan antropomorphisme. 
 
 Cultural Studies
Dalam cultural studies perspektif teori komunkasi kita harus bertemu dan begelut dengan pendekatan dekostruksi, hermeunetika, semiotika, makna hegemoni, postmodernisme, dan realitivitas. Cultural studies diangap disiplin ilmu yang mementingkan sensasi, menerobos wilayah kajian ilmu lain, antimetode, dan ultrasubjektif.

Kegaulan Sematik
            Kebudayaan (culture), kata Bambang Sugiharto, adalah salah satu dari dua tiga istilah yang paling rumit dalam bahasa Inggris. Ia bukan lagi monopoli kajian antropologi. Sekitar 1920, ia baru masuk ke ranah antropologi melalui pemikiran Frans Boas. Kini konsep kebudayaan melintas ke wilayah politik, sastra, ekologi, kajian, perdamaian, dan komunikasi.

Futurolog Ziauddin Sardar, mencatat lima karakter utama cultural studies, yaitu;
1      *Cultural bertujuan meneliti subyek masalah di sekitar praktik budaya dan hubungannya terhadap kekuasaan.
2   *Memiliki tujuan yang obyektif dalam memahami budaya dan bentuk-bentuknya yang *kompleks dan menganalisis konteks sosial dan politik dimana budaya itu sendiri terwujud.
*Obyek studi dan posisinya adalah kritisisme dan aksi. 
*Berusaha membuka rekonsiliasi terhadap pengetahuan budaya dan bentuk obyektif budayaMemiliki komiten pada evaluasi etnik masyarakat sosial dan aksi politis barisan radikal.
 
Sejarah
Salah satu pemicu munculnya cultural studies adalah kegagalan teori Karl Marx. Bahwa akan muncul revolusi yang dilakukan kaum proletar. Dari revolusi Marx ini mengidealisasikan muncul suatu masyarakat tanpa kelas, di satu sisi lain, dan dominasi ekonomi kaum kapitalis akan berkurang, pada sisi lainnya. Ada dua jalur genealogi cultural studies. Pertama, melihat kebudayaan sebagai efek hegemoni. Kedua, yang mendapat pengaruh poststrukturalisme.

Definisi
            Cultural studies merupakan kritik atas definisi budaya yang mengarah pada “the complex everyday world we all encounter and through which all move”.

Asumsi Dasar
            Semua asumsi dasar dalam kajian budaya diwarnai oleh pemikiran marxis.
Secara singkat asumsi cultural studies terdiri dari pertama, culture pervades and invades all facets of human behavior. Kedua, people are part of a his hierarchical of power.
 
BAB III
KEMUNCULAN JURNALISME BARU
  
A. Jurnalisme dan Citizen Journalism
Citizen Journalism merupakan gagasan yang ditemukan oleh Jay Rosen, Pew Research Center, Poynter Institute. Mereka mendiskusikan konsep jurnalistik untuk publik yang bisa menyampaikan isu-isu yang penting bagi publik.
J.D Laisca mempaparkan jurnalisme warga kedalam lima tipe. Yaitu, pertama, situs web berita atau informasi independen, situs berita partisipator murni, situs media kolaboratif, bentuk lain dari media tipis, dan situs penyiaran pribadi. Kedua, tulisan warga tentang suatu peristiwa yang dipublikasikan menjadi sebagai bacaan alternatif bagi masyarakat dari bacaan yang disajikan media tradisional. Ketiga, jurnalisme warga bisa diakses 24 jam sehari dan tujuh hari satu minggu.
Yang terpenting dari jurnalisme warga adalah hasil kreasi sendiri. Yakni, tulisan yang berupa reportase, liputan, wawancara atau opini yang dimuat dalam blog atau media pribadi.
           
Kooptasi Media
Di balik semua kooptasi media tradisional banyak juga tulisan warga yang  menyengat dan mengingatkan masyarakat tentang informasi banyak hal. Jika media tradisional tidak mengantisipasinya dengan tulisan yang dibutuhkan warga, mereka siap-siap gulung tikar. Publik semakin lama akan berpaling ke jurnalisme warga yang lebih jujur, terbuka, dan tanpa pamrih. Dengan demikian, jurnalisme warga sebagai alternatif sekaligus peringatan bagi media tradisional yang sok dengan beragam berita yang sudah dikonstruksinya.

B    Jurnalisme dan Ideologi
Ideologi kata Raymond Williams digunakan dalam tiga perangkat. Yakni, pertama sistem keyakinan yang menandakan kelas tertentu. Kedua, sistem keyakinan ilusioner, dan ketiga, proses umum produksi makna dan gagasan. Pendapat Williams tersebut hampir sama dengan Ali Syariati. Menurutnya pertama, ideologi sebagai cara memahami dan menerima alam semesta, kemaujudan, dan manusia. Kedua, cara memahami dan mengevaluasi segala benda dan gagasan yang membentuk lingkaran sosial. Terakhir, menyodorokan usulan, metode, pendekatan, dan ideal untuk mengubah status quo yang tidak memuaskan. Ideologi memiliki karakteristik yang khas, yakni adanya keyakinan, gagasan, kelompok tertentu, pandangan menyeluruh, politik, dan bersifat publik.

C     Jurnalisme dan Konvergensi Media
Konvergensi adalah perubahan teknologi, industri, budaya, dan sosial dalam lingkaran media termasuk di dalamnya budaya kita. Tampaknya media cetak benar-benar tidak akan mati. Ia akan bermetamorfosis dalam bentuk lain, e-paper. Internetlah penyebabnya. Dengan kata lain, internet yang semula diprediksi menjadi hantu penghancur media cetak, kini justru menjadi dewa penyalamat.

Jurnalistik Interpretatif
            Konvergensi bukan hanya penyatuan konten sebuah berita bisa muncul di berbagai media yang berbeda dalam satu perusahaan, tetapi juga penyatuan dalam satu induk perusahaan media.
Dengan konvergensi media, berita yang dahulu mengabarkan persitiwa yang sudah terjadi, kini definisi tersebut berubah menjadi persitwa yang sedang terjadi. Berita interpretatif adalah sebuah pola berita dimana peristiwa hanya sebagai cantolan berita. Model jurnalistik interpretatif sudah tidak menggunakan pola piramida terbalik dalam menyajikan berita.
 
Jurnalisme dan Krisis Berita
Kita mendapat informasi dan sumber yang dipercayai dangat berpengaruh pada identitas masa depan.
Konektivitas global akan menghadirkan kontributor baru dalam rantai pasokan. Ada subkategori baru yang muncul, yaitu jejaring pakar enkripsi teknis daerah. Jenis baru wartawan lokal pun berkembang. Wartawan koresponden lokal biasa hari ini adalah jurnalistik tidak kenal yang dibayar surat kabar untuk melaporkan berita, bahkan dari negara asing yang tidak stabil. Kategori tambahan pada wartawan lokal pun muncul, yakni orang-orang yang berfokus mengurusi konten digital dan sumber online. Ketimbang menantang bahaya di medan.

Jurnalisme dan Media Baru
Jurnalisme menjadi pilar keempat demokrasi pada abad ke-18 dan 19. Ia menjadi bagian tak terpisah dari kemuncul suatu sistem sosial dan politik yang lebih demokrasi di Eropa dan Amerika Utara. Perkembangan jurnalistik selanjutnya adalah sebagai perusahaan komersial yang berkembang sekitar pertengahan abad ke-19 di Eropa Barat.
Bisnis surat kabar mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-20. Selain memperoleh keuntungan yang besar, koran pun mempengerahui kebijakan publik dan memiliki suara dalam politik internasional.
Krisis Jurnalistik
            Tampaknya kata ‘krisis’ dalam jurnalisme diangap terlalu berlebihan. Todd Gitlin menunjukan kondisi krisis jurnalisme dengan mengidentifikasi lima indikator. Yaitu, 1. jatuhnya sirkulasi. 2. jatuhnya pendapatan advertising. 3. difusi perhatian. 4. krisis yang berwenang. 5. ketidakmampuan atau keengganan jurnalisme mempertanyakan struktur kekuasaan semua berkontribusi untuk membawa krisis yang mendalam jurnalisme. Lima krisis jurnalisme berkaitan dengan waktu, uang, otonomi, dan perubahan budaya.

Waktu dan Jurnalisme
            Castells (2000) membahas tentang cara di mana media baru mengubah konsepsi tentang waktu. Castells mengembangkan gagasan waktu abadi, sebagai ciri dari masyarakat jaringan. Waktu adalah abadi justru karena tidak bisa lagi dibagi, diukur dan terkotak ke dalam slot tertentu. Ada beberapa implikasi dan konsekuensi dari perubahan waktu untuk jurnalisme. Yang paling penting menyangkut pergeseran dari jurnalisme sebagai penyelidikan atau analisis untuk jurnalisme sebagai publikasi langsung.
Aspek lain krisis jurnalisme adalah mengenai perubahan budaya. Meskipun perubahan budaya partisipatif dan kolaboratif telah ada, jurnalisme tradisional, di satu sisi gagal untuk mengantisipasi perubahan tersebut, di sisi lain, tampaknya ada dalam penyangkalan tentang mereka.

Internet dan Jurnalisme
Apa hubungan antara internet dan krisis jurnalisme? Hubungan ini tampaknya menjadi satu bermasalah. Di satu sisi internet menampilkan sebagai katalis jika bukan penyebab yang krisis. Di sisi lain internet adalah solusi untuk krisis ini.
 Jurnalisme dan Pencarian Core Mining
Komunikasi mengenal dua madzhab. Yakni, aliran penyampaian pesan (madzhab transmisi) dan aliran pertukaran makna (madzhab semiotika). Madhzab transmisi adalah yang tertua. Makanya komunikasi selalu diidentikan dengan penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan. Pada madhzab penyampaian pesan adalah media, noise, feedback, dsb.
Sedangkan aliran pertukaran makna digagas sekitar tiga dekade lalu. Dalam madhzab transmisi elemen pokoknya adalah komunikator, pesan dan komunikan. Sedangkan dalam madhzab semiotika elemen dasarnya adalah pengarang, teks, budaya, dan pembaca. Pesan dalam madhzab semiotika didefinisikan sebagai konstruksi dari tanda-tanda yang akan memproduksi makna melalui interaksi dengana penerima.
Adapun langkah yang harus ditempuh untuk menghasilkan makna. Antara lain, pertama wartawan harus mengerti isu yang ingin ditulis sebelum menulis berita. Kedua, mebuat kepala berita atau intro artikel yang memikat dan bisa jadi pengantar untuk pembaca supaya tertarik membaca lebih lanjut. Ketiga, buatlah skala. Keempat, perluas cerita. Kelima, berilah kutipan yang menarik. Keenam, berikan latar belakang dari mana awal masalah. Ketujuh, berilah kuliah singkat dengan menerangkan sisi ilmiah. Kedelapan, pastikan antar paragfraf tidak saling meninggakan. Kesembilan, posisikan kita sebagai pembaca jangan sebagai pembuat berita, dan jujur. Kesepuluh, angka tidak menunjukan apa-apa. Kesebelas, menulis pada tataran yang teknis bukan menulis prinsip-prinsip umum yang normatif. Keduabelas, pastikan ada makna inti yang akan menghasilan makna publik. Ketigabelas, cover all sides, bukan cover both sides. Keempatbelas, baca lagi tulisan yang sudah selesai.
 Jurnalisme dan Pertukaran Makna
Berita adalah tulisan, tayangan, atau siaran tentang fakta dari satu peristiwa atau kejadian yang dimuat atau disiarkan oleh media massa dengan menggunakan konstruksi
5W + 1H (What, Why, Who, Where, dan When serta How).  Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi informasi, konstruksi 5W + 1H berkembang menjadi 6W + 1H. Konstruksi 6W + 1H biasanya dilakukan oleh surat kabar dan koran.

Jurnalisme dan Pertukaran Makna
            Makna terjadi karena ada tanda. Ada tiga jenis makna dalam sebuah proses komunikasi. Yaitu, makna si penutur, makna bagi si pendengar, dan makna tanda yang melekat pada tanda itu sendiri. Dengan demikian, makna timbul karena ada interaksi antara satu orang atau lebih dalam konteks tertentu melalui berbagai medium.
 
Jurnalisme Interpretatif
Para petinggi surat kabar mencari model alternatif penulisan untuk menyiasati perubahan pola berita sekaligus menyelamatkan jurnalisme surat kabar. Dari pemikiran itulah muncul jurnalisme interpretatif. Sebuah model jurnalistik yang berbasis penafsiran terhadap fakta yang terdapat dalam sebuah peristiwa. Dalam jurnalisme model ini, fakta atau peristiwa hanya sebagai cantolan berita.

I.    Jurnalisme, Agama, dan Pertanggung jawaban
Indonesia bukan negara sekuler. Pun, tidak menganut negara agama. Di negeri ini tidak ada agama yang diakui atau dinafikan. Selama ini agama dipahami secara parsial. Agama hanya dipahami seperangkat konsep yang mengawang-awang. Agama hanya sebagai seperangkaat moral sempit yang tidak ada hubungannya dengan kekuasaan tiranik, kemiskinan kultural dan struktural. Padahal dalam tampak sosiologi-antropologis, kehadiran agama di kolong jagat untuk membebaskan kaum tertindas. Ia ada untuk membawa umatnya ke arah kehidupan yang lebih baik. Agama memiliki dua peran mulia, privat dan publik. Agama adalah problem solver masalah-masalah kemanusiaan.

Kekuatan Media
            Media massa dengan segala perangkat dan kelengkapannya bukan lagi merupakan kebutuhan masyarakat kontemporer. Ia adalah urat nadi dan kesadaran. Tidak ada ruang hampa yang lepas dari pengaruh media massa, negatif atau positif. Menurut Akbar S. Ahmed ada beberapa karakteristik media, yaitu, pertama media tidak setia dan ingat teman. Kedua, media memperhatikan warna kulit dan pada lahirnya bersifat rasis. Ketiga, media adalah pengabdian diri dan bersifat sumbang. Keempat, media massa telah menaklukan kematian. Kelima, media bersifat demokratis dan mewakili masyarakat umum. Keenam, media telah membuat fakta menjadi jauh lebih asing daripada fiksi. Ketujuh, media dengan dingin bersifat netral. Kedelapan, media kuat karena teknologi tinggi. Kesembilan, media memainkan peran kunci masalah internasional dan akan terus meningkatkan peran tesebut.

Internet dan Politik
Sejak kemunculan internet, plus kemudahan mengaksesnya, berbagai aspek kehidupan masyarakat berubah secara drastis dan dramatis. Internet pun sering disebut konvergensi media dan media internal. Hampir semua media cetak dan elektronik membarenginya dengan bentuk berita online, e-paper, dan live streaming.